Jelita dan Tuan Jahat



Spoiler alert: bukan happy ending


Jelita, bukan nama sebenarnya, adalah seorang Ibu rumah tangga yang sering menyiapkan crepes untuk bekal anak-anaknya yang sekolah di suatu sekolah internasional. Crepesnya enak. Biasa deh, mulanya ada ibu-ibu anjem yang nyicip crepes-nya. Bermula dari situ, Ibu-ibu anjem lain juga jadi tahu kalau crepes-nya enak dan layak jual. Ide bisnis pun muncul. Mulailah crepes buatannya dijual di sekolah anaknya. Awalnya, crepes yang dijual tidak banyak. Hanya sekadar pas dengan tersedianya waktu dan tenaga.  Kisah berlanjut. Pihak sekolah tahu tentang Crepes buatannya. Maka tokoh kita ini ditawari untuk membuka lapak kecil di sekolah itu. Laris. Bisnis pun meluas. Dari satu sekolah, crepes buatannya banyak dijual di sekolah-sekolah. Dari sekadar mengisi waktu luang, Jelita jadi punya banyak karyawan. Kian banyak yang kenal keistimewaan crepes buatannya yang diberi merek bernuansa Jepang.

Hingga suatu saat, Jelita melihat ada booth di mall di kotanya yang menjual crepes dengan merek yang sama dengannya. Bukan hanya kata yang digunakan, gaya penulisan dan logonya juga sama!
Jelita berusaha menghubungi pemilik booth itu – sebut saja Tuan Jahat. Jelita bermaksud meminta agar Tuan Jahat berhenti menggunakan mereknya. Namun permintaannya yang disampaikan secara lisan maupun tertulis tidak digubris. Hanya satu kegigihannya yang membuahkan hasil. Tuan Jahat menanggapi bahwa merek crepes yang dipakai telah diajukan permohonan pendaftarannya di Direktorat Kekayaan Intelektual dan dialah yang akan menjadi pemilik sah merek tersebut.

Setelah diperiksa, memang benar Tuan Jahat telah mengajukan permohonan pendaftaran merek crepes miliknya.  Pada saat merek itu dipublikasi, Jelita mengajukan keberatan terhadap permohonan pendaftaran merek itu. Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Jelita adalah pengguna merek yang sah dan yang pertama kali disertakan. Sayangnya, keberatannya ditolak. Merek itu kini terdaftar atas nama Tuan Jahat. Menyakitkan.

Jelita telah diberi nasihat bahwa masih ada langkah hukum yang bisa diambil untuk merebut kembali mereknya. Langkah hukum tersebut adalah gugatan pembatalan merek atas nama Tuan Jahat tersebut. Namun gugatan pembatalan adalah langkah hukum yang menghabiskan sumber daya. Jelita tidak yakin ia akan mengambil langkah itu. 

Sidang pembaca sekalian, kisah serupa ini sungguh bukan hal yang baru. Di luar sana, banyak mereka yang bermaksud keji menggunakan merek milik pihak lain demi pundi-pundi. Lebih banyak lagi mereka yang tidak mengetahui pentingnya perlindungan kekayaan intelektual menjalankan perjuangannya hingga suatu ketika orang-orang seperti Tuan Jahat berulah.

Lindungi kekayaan intelektual anda. Hubungi Enforcemark, konsultan KI terdaftar. Kunjungi www.enforcemark.com atau WA ke 081380204656.

Comments

Popular posts from this blog

Indonesia Keluar Dari PWL

Trademark Protection in Indonesia: Don't Let Someone Else Steal Your Thunder!

E-court for commercial matters and intellectual property